Jumat, 28 Maret 2008

Untuk Seseorang

Mungkin setitik keraguan itu mulai hadir
Setetes kegalauan itu mulai ada
Ia yang seperti awan
Datang dan pergi tak menentu
Kadang ia datang
Disaat aku tak membutuhkan
Dan pergi disaat aku sangat membutuhkan

Aku sudah berusaha mengakhirinya
Tapi selalu tak pernah berakhir
Karena ia selalu mendekat
Disaat aku berusaha menjauh
Dan ia menjauh disaat aku berusaha mendekat
Aku tidak tahu
Apakah aku yang kurang memahaminya
Ataukah justru dia yang tidak memahamiku

Aku lelah Ya Allah
Aku kecewa padanya
Sebagaimana mungkin Engkau telah kecewa padaku
Karena kulabuhkan rasaku pada tempat yang tidak semestinya
Karena aku tidak memakai jalan yang Kau ridhoi
Karena telah kutitipkan usia remajaku pada sia-sia

Ya Allah ...
JIka kekecewaan ini dapat membuat-Mu kembali mencintaiku
Aku rela Ya Allah
Jika sakit ini dapat kembali menerangi gelap jalanku
Aku ikhlas Ya Allah
Karena kecewa dan sakit ini tak sesakit bila kehilangan cinta-Mu
Tak sepahit bila kehilangan kasih-Mu
Asal Engkau selalu meridhoi setiap tarikan nafasku
Dan tidak melepaskan aku dari genggaman-Mu
Itu sudah cukup membahagiakanku

Biarlah kutitipkan rasa cinta ini pada-Mu Ya Allah
Karena aku terlalu lemah untuk menanggungnya
JIka ia memang telah kau ciptakan untukku
Kirimkanlah ia dengan ridho-Mu
Satukanlah kami dalam ikatan suci-Mu
Engkaulah yang maha mengetahui
Yang terbaik untuk hamba-Mu yang hina dan daif ini

BETAPA INGINNYA AKU MENCINTAIMU

(Bagi Yang Mencari dan Belum menemukan Dimana Cinta Itu)

Medio Juli 2001

Tidak ada bulan madu, menurutku semua hanya perjalanan kodrati tanpa kekuatan cinta. Expresi tanpa nyawa dari kebutuhan mendasar manusia. Juga tidak ada keterikatan, buatku. Hanya sebuah tanggung jawab dari sebentuk janji yang sekuat janji para nabi. Sungguh. Juga penghambaan pada-Nya, yang telah menggariskan pertemuan ini. Meski masih sering muncul Tanya, mengapa laki-laki ini yang Ia kirimkan? Apa istimewanya? Tapi aku tidak berani kurang ajar dengan berlaku seenaknya. Suami adalah qowwam. Bahkan dengan predikat itu, ia telah dengan sukses mengkudeta kedudukan orang-orang terdekatku. Ayah, Ibu, Adik… juga sahabat. Terlebih ketika aku telah jauh dari mereka. Ribuan kilo jaraknya. Ah. Tadinya kupikir cinta dan rindu akan datang begitu saja, saat aku telah resmi menjadi istrinya. Ternyata ? Benar kata orang jawa, witing tresno jalaran saka kulina, tumbuhnya cinta karena telah terbiasa. Dan dia? Bahkan aku masih merasakan asing dan jauh. Bisakah waktu menyelesaikan semuanya? Semoga. Bukankah Allah yang menjanjikan cinta itu? Waja’alnaa bainakum mawaddataw wa rohmah. Tapi setahuku tidak begitu saja dikaruniakan, tetap ada sebuah upaya kemanusiaan untuk menggapainya. Terlebih kami menikah dengan semangat dakwah. Bukan menuruti emosional atau sekedar selera manusia. Maka aku yakin, janji Allah akan kami temui.

Akhir juli 2001
Robbi . . . masih jauhkan perjalanan mencari cinta itu? Sudah dua bulan kusandang predikat sebagai istri. Aku memang selalu menyambutnya dengan senyum, bahkan berdandan rapi, wangi. Aku juga menyiapakan makan, menemaninya ngobrol meski Cuma sebentar (karena ia begitu sibuk diluar), me . . ., ah. Tanpa getar, sebatas memenuhi kewajiban, itu saja. Sebuah kisah dimasa khalifah Umar, memenuhi kepalaku. Kisah seorang laki-laki yang akan menceraikan istrinya, karena sudah tidak mencintainya lagi. Apa kata khalifah Umar? Haruskah rumah tangga selalu ditegakkan dengan cinta? Tidak cukupkah dengan tanjung jawab saja? Tanggungjawab. Ya, kata-kata itu yang selalu kupompakan saat hati mulai gundah. Bagaimanapun aku tetap butuh cinta. Sebuah kekuatan lain yang akan membuatku makin ikhlas berlaku padanya. Bagaimana? Aku hanya manusia biasa. Sangat biasa.


Kadang aku bertanya, apakah ia juga gelisah mencari cinta sepertiku? Entahlah. Aku tidak berani menebak. Aku takut bila kemudian tahu, iapun belum mencintaiku. Lebih dari seharian ia tidak bersamaku. Kerja, rapat, silaturahmi. Brrr, aku? New comer yang tidak tahu
medan, tidak punya teman, belum ada kegiatan. Bisa apa? Aku hanya pergi kalu suamiku mengajakku pergi. Selebihnya aku hanya dirumah berteman buku. Sendiri. Sepi.

Rindunya aku pada keluargaku. Pada teman-teman dekatku. Pada daerah asalku. Mengapa setelah aku jauh, rindu itu begtu mudah hadir dan memaksa air mataku mengalir. Mengapa setelah aku menjadi “milik” orang lain, cintaku pada teman-teman semakin dalam terukir? Ataukah, . . . karena sampai saat ini, aku tetap belum berhasil mencintainya? Ah, terlalu jauh. Bahkan merasa dekatpun belum juga. Sebuah perasaan, yang sering membuatku menangis, tanpa bisa mengatakan apa-apa kepadanya. Aku tahu, ia kecewa saat dalam tangisku itu aku tetap diam seribu kata. Tapi bagaimana lagi? Sebutan suami belum cukup bagiku untuk seketika berbagi. Hatiku jeri, ternyata wanita bukan hanya butuh dicintai tapi juga mencintai. Itulah yang sekarang kupahami.

Aku merasa diproteksi. Aksesku dengan teman-temanku dulu, terlebih yang putra dibatasi. Meski sekedar email atau sms. Teganya. Cinta itu semakin jauh. Salah. Sungguh salah kalau ia pikir, aku bisa mencintainya setelah mereka jauh dari kehidupanku. Cinta seorang perempuan, lahir karena kedekatan perasaan. Dan dia, suamiku belum melewati fase itu. Bagiku.

Awal Agustus 2001
Aku hamil! Alhamdulillah yang terlantun dari bibirku, terasa gamang dihentak perasaan. Suamiku gembira. Aku? Entahlah. Satu amanah lagi bertambah, sedangkan amanah yang lain belum juga tertunaikan dengan baik. Aku tentu saja ingin hamil dan punya anak. Bukankah salah satu tujuan menikah adalah melahirkan generasi baru yang akan menambah bobot bumi dengan kalimah-Nya? Hanya saja… saat aku masih tersengal-sengal membersemainya, saat aku tetap geragaban meraba cinta untuknya, kehadiran makhluk dirahimku itu sungguh membebaniku. Ibu hamil membutuhkan dukungan dan bantuan fisik-psikis yang besar. Terlebih anak pertama. Lalu, bisakah aku mengharapkan tangannya? Sanggupkah mulutku berkata? Aku tetap belum merasa dekat, apalagi mencintainya!

Oktober 2001
Trisemester pertama yang begitu berat. Oh, pantaslah islam begitu memuliakan seorang ibu. Badanku kurus, nyaris tidak ada makanan yang bisa masuk. Sendirian kutanggung semuanya. Ia begitu sibuk. Berangkat kerja pagi-pagi, dan selalu pulang kerumah diatas jam sepuluh malam. Satu yang menghiburku, teman-teman baru. Akhwat yang seolah kakak dan adik buatku. Merekalah tempatku mengadu. Mengingatkanku pada masa-masa lajang dulu. Membuatku betah berlama-lama, bahkan enggan pulang untuk melihat kenyataan diriku. Seorang calon ibu dengan calon ayah disisiku.

Awal November 2001
Cintaaaaa…dimanakah engkau ?! Telah setengah tahun laki-laki itu menjadi suami. Mengapa engkau tetap bersembunyi? Seorang seniorku mengatakan, bahkan ada yang sudah menikah bertahun-tahun tetap belum bisa mencintai pasangannya. Tidak, Ya Allah. Aku tidak mau menunggu selama itu. Bila ibadah seorang hamba akan lebih bermakna dengan kekuatan cinta, apalagi hubungan antar manusia? Wahai, segala sumber cinta, bukakankah hatiku untuknya. Binarkanlah mataku akan kelebihannya, lapangkanlah dadaku akan kekurangannya, bila itu menjadi gerbang akan hadirnya sebuah rasa yang membuatku dekat padanya. CINTA.

Akhir November 2001
Masih belum banyak berubah, cinta yang kucari belum kutemukan. Buktinya, aku tidak merasa sepi ketika ditinggalkan. Kedatangannya bukan bermakna penantian. Meski sikapku tidak banyak berubah dalam hal pelayanan, lagi-lagi tanggung jawab dan penghambaan pada-Nya yang kujadikan sandaran. Sandaran yang kerap limbung ketika hatiku linglung. Yang kadang berderak saat imanku turun. Lalu, malam-malam dan dhuha, lembar-lembar mushaf dan do’a, menjadi suplai energi yang membuatku tidak ingin rugi dengan harga setengah dien ini. Inilah perjalanan terberatku. Mencari Cinta

Akhir tahun 2001
Aku tergugu. Ya Allah, benarkah? Suamiku, benarkah engkau melihatku belum ikhlas menerimamu? Ah, tidak. Bukan itu. Aku tidak berharap apapun darimu. Tidak fisik, harta, ataupun nasab. Aku hanya percaya, engkaulah yang terbaik untukku dari-Nya. Hanya… kalau aku perlu waktu untuk menerima, bukankah itu wajar saja? Aku pernah punya idealita, sebelum menemuimu sebagai realita. Aku pernah menyimpan sekian criteria, sebelum akhirnya aku sadar, bahwa Allah lebih tau segalanya. Aku manusia biasa yang tetap melewati sebuah proses menuju kesempurnaan, yang meski aku tahu tidak akan pernah kudapatkan. Aku ikhlas menerimamu. Aku hanya butuh waktu untuk mencintaimu. Aku tetap pada keyakinanku. Sebuah rumah tangga dakwah tidak hnya butuh sense ibadah. Bukan hanya berdasar kekuatan ruhaniah. Tidak melulu dikompori semangat harakiyah. Ia tetap butuh fitrah mendasar yang menjadi kekuatan hubungan laki-laki dan perempuan. CINTA.

Awal tahun 2002
Barangkali putik cinta itu mulai muncul. Mungkin simpati? kagum? Salut? Whatever. Ia yang begitu gigih membantuku membangun eksistensi dimedan baru. Mengurus organisasi, menyimpan arsip dan data dengan rapi, menemani ketika aku harus loby ke sana-sini, meski aku tahu ia sibuk sekali. Begitu juga dengan persiapan menyambut si kecil. Mungkinkah...ia telah terlebih dahulu menemukan cinta? Ah. Berbahagialah dia, dan aku tentu saja. Aku berharap, tak lama lagi aku akan menyusulnya. Aku tidak ingin membiarkan tepukan tangan itu kosong tanpa suara. Aku juga tidak ingin kembang itu layu sebelum waktunya. Kembang itu ingin kurawat, kujaga agar mekarnya mempesona dan wanginya menebar kemana-mana. Kembang cinta.

Medio Februari 2002
Duniaku sekarang hanya rumah dan klinik. Kegiatan stop. Waktu yang bagus untuk berinteraksi dengan sikecil. Ah, anakku. Betapapun aku masih belajar untuk menerimamu, namun tidak sesulit belajar mencintai ayahmu. Ia orang lain. Hadir tiba-tiba dengan segala apa yang ada padanya. Berkuasa, nyaris tanpa batas. Bagaimana aku tidak tergagap-gagap menemaninya? Bagaimana langkahku tidak tersaruk disisinya?

Sedangkan engkau…engkau adalah bagian daging dan darahku. Separuh nafasku, terhembus padamu. Bahkan satu nyawaku, kubagi denganmu. Aku begitu yakin, cintaku padamu akan hadir memenuhi dada dan sudut hati, tanpa harus melewati waktu panjang yang terkadang serasa tanpa tepi.

Maret 2002
Anakku! Oh, sungguh lain kata-kata itu. Begitu menggetarkan. Mendebarkan. Aku ingin selalu bersamamu. Aku tidak ingin melihat selain kebahagiaan dan kegembiran. Aku ingin berbuat apa saja, memberi apa saja yang kupunya untukmu. Aku…seribu rasa meluap didada. Sejuta asa menggelora dijiwa. Ah, engkaulah sebaik-baik manusia yang kulihat didunia. Ya, Allah…inikah cinta itu? betapa dahsyatnya. Betapa kuatnya. Lalu cinta yang lain…untuknya? aku nyaris lupa.

Awal April 2002
Inilah rindu itu. Anakku dirawat dirumah sakit. Tidak parah memang. Empat hari dia disana, tapi aku merasa hampir gila. Malam pertama, berpisah dengannya, mataku tidak mau terpejam. Mengalirkan air mata dengan suksesnya. Begitu juga saat aku menatap pakaiannya, mencium baunya, bahkan ketika ingat jadwal mandi serta minum ASI-nya. Jiwaku terbelah. Hatiku tercacah. Meski setiap hari aku menengoknya, menempuh jarak dan menerabas aral, tetap saja rindu itu mencengkeram kuat. Bahkan semakin kuat usai berjumpa. Duhai! Inilah sebenar-benar rindu. Bukan sekedar kangen dan rasa igin bertemu. Tetapi, rasa yang mampu menghilangkan separuh nyawa hidupmu atau justru memberikan suplai energi padamu.

Akhir April 2002
Akhirnya. Kutemukan juga cinta itu. Pada seorang laki-laki yang baru dua bulan lalu hadir dalam kehidupanku. Tetapi laki-laki itu memang istimewa. Ia sanggup menguatkanku. Ia bisa menghiburku. Ia terkadang menjengkelkan tetapi selalu cepat aku memaafkan. Ia…yang kini mengasai hati dan pikiran, menyedot hamper seluruh perhatian, bahkan mungkin meraup habis persediaan cinta yang berusaha kusisakan. Aku tidak kuasa menahan. Aku angkat tangan. Suamiku? Yah, aku hanya bisa berharap, kekuatan cintaku pada laki-laki baru itu, akan mampu memancing cintaku padanya. Itu saja.

Aku teringat percakapanku dengan seorang sahabat, sebelum aku menikah.
“ Seperti apa cinta itu menurutmu?” Ia bertanya serius padaku. Aku tercenung.
“Cinta ? Bagiku ? Mudah. Seberapa ia memberi, sebanyak itu ia menerima. Take and give.” Jawabku pasti. Temanku menggeleng, kecut,.
“Cintamu matematis” Bahkan menurutku itu bukan cinta, Lalu kalau sudah tidak ada yang bisa kamu ambil, tidak ada lagi yang kamu terima, cinta itupun hilang begitu saja ?” temanku masih mengejar. Aku mengangguk. “ Tentu. Cinta sudah tidak punya kekuatan. Hampa.” Ujarku.
“Ck. Sungguh, menurutku itu bukan cinta. Cinta hanya kenal kata give. Tidak lain”.
“Itu tidak mungkin!” Sergahku cepat.
"Baiklah. Aku yakin, suatu saat kamu akan menemukan cinta itu. Mungkin terhadap suamimu. Oh, belum tentu. Mungkin tidak. Aku yakin, kamu akan mengerti cinta yang sebenarnya pada anakmu. Ya. Anakmu”.
Temanku betul ternyata. Laki-laki baru itu, yang mengajarkan aku cinta, anakku.

Mei 2002
Sudahlah. Aku sudah mulai lelah. Sudah setahun aku menikah, dan cinta itu masih tetap kabur. Aku menyerah pada waktu. Aku pasrah pada kepastian dan keyakinan akan doa-doaku. Barangkali memang jawaban itu akan datang, kelak. Biarlah apa yang sekarang ada kunikmati dan kuhayati. CINTA, aku tetap setia menanti, tetapi sampai kapan. Ya Allah…kuatkan hamba.

Awal juli 2002
Keberadaan seseorang, baru terasakan saat ketiadaannya. Akan kucoba. Aku pulang kerumah dan tinggal disana. Satu minggu. Suamiku semula keberatan. Tetapi akhirnya mengijinkan. Yah, dengan sedikit rengekan dan tentu saja…rayuan. Ia menemaniku dua hari dua malam. Sebelum kembali ke kontrakan. Cinta memang perlu pembuktian. Hari-hari berlalu… nyatanya? Aku justru berat meninggalkan rumah! Aku masih ingin rersama ibu dan ayah. Suamiku! Dimana dirimu? Kemanakah rinduku?! Aku tergugu. Betapa pedih kurasakan, aku enggan kembali ke kontrakan.

Agustus 2002
“Cintakah kau padaku?” aku bertanya pada suamiku, suatu ketika.
“Cinta. Buktinya, kutinggalkan semua demi mendapatkanmu.” Jawabnya.
“Aku kangen sekali…” katanya ketika pertamakali berpisah.
“Kalau kau tak ada disisiku, aku tidak bersemangat. Malas. Bahkan pulang ke kontrakan ini pun enggan. Makanya jangan nginap lama-lama ya. Dua hari saja. Dan jangan sering-sering.” Ucapnya, ketika lagi-lagi aku menginap di rumah ibu.

Suamiku bukan tipe romantis dan perayu, Dulu, bahkan menurutku ia sangat kaku. Lalu apa arti semua itu? Darimana ia belajar? Cinta? Aku tersenyum, getir. Ia begitu cepat belajar. Ia begitu mudah menemukan. Ia juga begitu gampang membuktikan. Sedang aku?

Mungkin yang sekarang muncul adalah suatu bentuk keprihatinan. Bahwa ternyata, aku masih tertatih mencari cinta. Tetapi aku yakin, suatu ketika aku akan menemukannya. Cinta yang membangkitkan rindu, berhias rasa cemburu, dan berbalur keinginan untuk memberi tanpa mengharap sesuatu. Cinta sejati. Dan aku tahu, kemana aku harus mencari. Allahurrakhmanurrakhim, ya, kesitulah aku menuju.

Agustus 2002
Kupandangi sosok yang tengah lelap di sisiku. Tiba-tiba aku igin menciumnya, haru. (Yogya, Maret 2008 ( Dari Cerpen Nurul F Huda dengan sedikit revisi )

Senin, 24 Maret 2008

Ya Allah

Ya Allah
Mengapa akhir-akhir ini hamba merasa dikecewakan
Oleh orang-orang yang hamba sayangi.
Hingga membuat hamba cepat emosi dan naik darah
Ya Allah
Ampuni hamba, karena hamba masih jauh dari kata taqwa
Ampuni hamba bila hati hamba belum tergetar ketika kusebut Asma-Mu
Ya Allah
Hamba sadar, hamba masih jauh dari kata sabar
Untuk itu karuniakan kesabaran pada hamba
Hamba tahu, hamba masih jauh dari kata ikhlas
Untuk itu berikanlah rasa keikhlasan pada hamba Ya Allah
Untuk memahami mereka
Untuk mengerti mereka
Menerima kelebihan dan kekurangan mereka
Apalah artinya hamba tanpa Engkau Ya Allah
Tanpa-Mu siapa diriku?
Dimanapun diri ini rasanya selalu salah
Memakai hari ini untuk menghapus hari kemarin
Ya Allah,
Hamba mengerti, hamba masih jauh dari kata hamba-Mu yg baik
Hamba masih sering mengecewakan Engkau
Hamba masih sering mengecewakan orang-orang yang menyayangi hamba
Hamba masih sering mempertuhankan hawa nafsu hamba
Ya Allah, janganlah membenci hamba
Atas segala kekurangan hamba
Janganlah mengazab hamba atas dosa-dosa hamba
Maka dari itu Ya Allah
Janganlah lelah membimbing hamba
Agar hamba tak tersesat dari jalan-Mu
Berikanlah ridho dan ampunan-Mu
Amin, Ya Rabb'al 'alamin

Jumat, 21 Maret 2008

HIJRAH

Telah kuputuskan untuk selalu taat
Hanya satu kepada Allah
Bukan kepada dunia yang membuatku lupa
Dan terjerat nafsu durjana
Sungguh aku ingin masuk surga
Jadi aku ingin insaf

Lalu akupun berubah dan tinggalkan
Masa laluku yang gulita
Berpakaian islami, walau mama melarang
Sungguh aku ingin masuk surga
Jadi aku ingin insaf

Disini Kita PeRnAh BeRtEmU

Di Sini Kita pernah bertemu, mencari warna seindah pelangi, ketika kau mengulurkan tanganmu, membawaku ke daerah yang baru, yang membuat hidupku menjadi berwarna“

"Mengapakah Kita di temukan dan akhirnya di pisahkan, mungkinkah menguji kesetiaan, kejujuran dan kemanisan iman, Tuhan berikan daku kekuatan....."

"Kini dengarkanlah, dendangan lagu tanda ingatanku, kepadamu teman, agar ikatan ukhuwah kan bersimpul padu, kenangan bersamamu, tak akan kulupa walau badai melanda, walau bercerai jasad dan nyawa..."

“ Sahabatku, Jangan Kau Nanti lagi kehadiranku, bukan berarti aku tidak mencintaimu, sungguh aku sangat mencintaimu walaupun tidak pernah ku ungkapkan langsung padamu, biarkanlah ALLAH menjalankan skenarionya, dan kita hanya menjalankan skenario dari-Nya itu, maafkan aku yang mungkin telah membuat dirimu menaruh harap, walau tidak pernah terucap dibibirku, karena kau memang sahabat sejatiku, teman berbagi cerita, selamat berpisah, doakan aku sahabat agar tetap istiqomah di jalan-Nya, dan aku akan selalu mengenangmu"

"Jikapun suatu saat nanti ternyata kita tetap di pertemukan dalam cinta kasih yang suci, jangan dipikirkan semua itu, semuanya Hak Allah, biarkan Dia saja yang mengaturnya, jangan kau tutup pintu hati untuk yang lain. Jangan mengorbankan diri pada hal yang sia-sia sahabatku”

"Mungkinkah telah terlupa, Tuhan ada janjinya, bertemu dan perisah adalah matan kasihnya, andai ini ujian terangilah, tambah kesabaran, berikan kekuatan..Hadirlah cahaya......"

Selasa, 04 Maret 2008

Biar Cinta Itu Bermuara Dengan Sendirinya....


Kenapa tak pernah kau tambatkan.
perahumu di satu dermaga?
Padahal kulihat, bukan hanya satu.
pelabuhan tenang yang mau menerima.
kehadiran kapalmu!
Kalau dulu memang pernah ada.
satu pelabuhan kecil, yang kemudian.
harus kau lupakan,
mengapa tak kau cari pelabuhan lain,
yang akan memberikan rasa damai yang lebih?
Seandainya kau mau,
buka tirai di sanubarimu, dan kau akan tahu,
pelabuhan mana yang ingin kau singgahi untuk selamanya,
hingga pelabuhan itu jadi rumahmu,
rumah dan pelabuhan hatimu.

( Judul Puisi " Pelabuhan " karya Tyas Tatanka, kumpulan puisi 7 penyair serang)

Matanya berkaca-kaca ketika perempuan itu selesai membaca dan merenungi isi puisi itu. Dulu sekali perempuan itu telah pernah berharap pada seorang laki-laki yang dia yakin baik dan hanif, ada kilasan - kilasan di hatinya yang mengatakan bahwa mungkin dialah sosok yang selama ini dicari.. dialah sosok yang tepat untuk mengisi hari harinya kelak dalam bingkai pernikahan.

Berawal dari sebuah pertemanan. Berdiskusi tentang segala hal, terutama masalah agama. Perempuan itu sedang berproses untuk mendalami agama Islam dengan lebih intens. Dan laki-laki itu, dia paham agama, aktif diorganisasi keislaman, dan masih banyak lagi hal - hal positif yang ada dalam diri lelaki itu. Sehingga kedekatan itu membawa semangat perempuan itu untuk terus menggali ilmu agama.dan mempraktekkannya dalam kesehariannya. Kedekatan itu berlanjut menjadi kedekatan yang intens, berbagi cerita , curahan hati, saling meminta saran, saling bertelepon dan bersms, yang akhirnya segala kehadirannya menjadikan suatu kebutuhan. Kesemuanya itu awalnya mengatasnamakan persahabatan.

Suatu hari salah seorang sahabatnya bertanya " Adakah persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan dewasa tanpa melibatkan hati dan perasaan terlebih bila sudah muncul rasa simpati, kagum dan kebutuhan untuk sering berinteraksi?" Perempuan itu tertegun dan hanya bisa menjawab " entahlah.."

Sampai suatu hari, laki-laki itu pergi dan menghilang... Awalnya masih memberi kabar. Selebihnya hilang begitu saja. Dan perempuan itu masih berharap dan menunggu untuk suatu yang tak pasti. Karena memang tidak pernah ada komitmen yang lebih jauh diantara mereka berdua. Setiap dia mengenal sosok lelaki lainnya... Selalu dibandingkan dengan sosok laki-laki sahabatnya itu dan tentulah sosok laki - laki sahabatnya itu yang selalu lebih unggul dibanding yang lain. Dan perempuan itu tidak pernah lagi membuka hatinya untuk yang lain. Sampai suatu hari,..

Perempuan itu menyadari kesia-siaan yang dibuatnya. Ia berharap ke sesuatu yang tak pasti hanyalah akan membawa luka dihati... Bukankah banyak hal yang bermanfaat yang bisa dia lakukan untuk mengisi hidupnya kini.... Air mata nya jatuh perlahan dalam sujud panjangnya dikegelapan malam... Dia berjanji untuk tidak mengisi hari - harinya dengan kesia-siaan.

"Lalu bagaimana dengan sosok laki - laki itu ?? "Perlahan saya bertanya padanya.

"Saya tidak akan menyalahkan siapa-siapa, yang salah hanyalah persepsi dan harapan yang terlalu berlebihan dari kedekatan itu, dan proses interaksi yang terlalu dekat sehingga timbul gejolak dihati.... Biarlah hal itu menjadi proses pembelajaran dan pendewasaan bagi saya untuk lebih hati - hati dalam menata hati dan melabuhkan hati," ujarnya dengan diplomatis. Hingga saya menemukan perempuan itu kini benar - benar menepati janjinya.

Dunia perempuan itu kini adalah dunia penuh cinta dengan warna-warna jingga, tawa-tawa pelangi , pijar bintang dimata anak anak jalanan yang menjadi anak didiknya.... Cinta yang dialiri ketulusan tanpa pamrih dari sahabat-sahabat di komunitasnya yang menjadikan perempuan itu produktif dan bisa menghasilkan karya...cinta yang tidak pernah kenal surut dari kedua orang tua dan keluarganya... Dan yang paling hakiki adalah cinta nya pada Illahi yang selalu mengisi relung-relung hati..tempatnya bermunajat disaat suka dan duka... Indahnya hidup dikelilingi dengan cinta yang pasti.

Adakalanya kita begitu yakin bahwa kehadiran seseorang akan memberi sejuta makna bagi isi jiwa. Sehingga.... saat seseorang itu pun hilang begitu saja... Masih ada setangkup harapan agar dia kembali....Walaupun ada kata-katanya yang menyakitkan hati.... akan selalu ada beribu kata maaf untuknya.... Masih ada beribu penantian walau tak pasti... Masih ada segumpal keyakinan bahwa dialah jodoh yang dicari sehingga menutup pintu hati dan sanubari untuk yang lain. Sementara dia yang jauh disana mungkin sama sekali tak pernah memikirkannya. Haruskah mengorbankan diri demi hal yang sia-sia??

Masih ada sejuta asa.... Masih ada sejuta makna.....Masih ada pijar bintang dan mentari yang akan selalu bercahaya dilubuk jiwa dengan menjadi bermakna dan bermanfaat bagi sesama....

"Lalu... bagaimana dengan cinta yang dulu pernah ada?? '' tanya saya suatu hari.

Perempuan itu berujar, " Biarkan cinta itu bermuara dengan sendirinya... disaat yang tepat... dengan seseorang yang tepat.... dan pilihan yang tepat......hanya dari Allah Swt. disaat dihalalkannya dua manusia untuk bersatu dalam ikatatan pernikahan yang barokah.."

Semoga saja akan demikian adanya...

Senin, 03 Maret 2008

Untuk mantan pacarku yang disayangi Allah


Puji dan syukur hanya dan milik Allah swt semata,
Sholawat seiring salam semoga tetap tercurahkan
Kepada junjungan dan idola kita semua yaitu Nabi
Besar Muhammad SAW. dan tak henti-hentinya aku
Berdoa semoga apa-apa yg tengah dan akan kita
Lakukan selalu dalam pengampunan-Nya yang mendapat
Ridho setra selalu dalam naungan rahman dan rahimNya.

Sebelummya aku minta maaf apabila selama ini mungkin
Kata-kataku baik pada waktu di telpon atau di sms
Telah menyinggung perasaanmu, sebenarnya aku ingin
Ngomong banyak sekali tetapi entah aku tak tahu pada
Waktu kata-kataku sudah siap aku lontarkan
Didepanmu, kata-kata ini hilang tak karuan begitu
Saja setiap kali seperti ini dalam fikiranku selalu
Terlintas kata-kata, "apa yang sudah kamu lakukan
Itu telah menghalangi hak-haknya,
Jangan...jangan...urungkan saja niatmu!"

Kemudian setelah lama aku yakinkan, aku sadar bahwa
Setiap muslim satu dengan yang lain adalah seperti
Satu tubuh yang saling sambung menyambung dan tak
Akan pernah dilepaskan. Sungguh aku yg hanya sebagai
Mantan pacar, tiada niat dalam hati 'n' selain tiada
Kerelaanku jika seseorang yang pernah namanya
Bersemayam dalam dihatiku masih terjerat dalam
Lingkaran-lingkaran syaiton, tahukah engkau hati ini
Terasa ngilu dan sakit jika aku mengingat akan hal
Itu, maka dari itu aku luangkan waktu untuk
Mengungkapkan isi hatiku, untuk itu aku mohon
Kesedianmu untuk membaca dan lebih-lebih engkau mau
Meresapi dan memahami kata-kataku berikut ini

[jangan didelete dulu , suratnya puanjang]

Mantan pacarku yang diridhoi Allah. cintaKu sekarang
Hanya milik Allah, RosulNya dan agamaNya.
Telah dituntunnya kita dalam syariatnya yang amat sangat
lengkap tentang kehidupan ini, tentang bagaimana
kita harus bergaul, bermasyarakat, dll. Seperti
halnya... "Berlalulah masa dari hari ke hari sedang
dosa kita terus menumpuk dan kemuadian datanglah
utusan maut. Sedang hati kita dalam keadaan lengah.

Dan sesungguhnnya kenikmatan dunia hanyalah tipuan
dan penyesalan serta kemegahan dunia hanyalah
kemustahilan dan kebatilan."

....sungguh apabila mau bercermin pada ayat diatas,
rasanya sangat tidak pantas kalau kita maupun
saudara-saudara kita masih memelihara cinta semu
yang hakikatnya adalah luapan nafsu yang selalu
ditunggangi oleh musuh kita "Sayton La'natullah".
kita hanya boleh mencintai sebagai saudara dalam
Islam, saling menyayangi hanya karena ikatan aqidah
yang bersih dan ukhuwah kita. Seiring sejalan untuk
tetap istiqomah didalam aturanNYa, tentu dengan
cara-cara yg diridhoi Allah.

Saudaraku... mungkin untuk itu tidak ada salahnya
kalau kita mau berfikir sedikit lebih tenang, lebih
dewasa dan berpikir jauh kedepan. Mari kita
jernihkan fikiran, mensucikan hati, jauhkan
kebencian dan dahulukan cinta. Dengan demikian aku
yakin kita bisa menatap kebaikan dengan hati yang
lapang, tenang dan damai.

Saudaraku terlalu panjang sudah suratku untukmu,
semoga Allah mangampuni dosaku dan dosamu serta dosa
saudara-saudara kita semua yang selama ini masih
selalu menyalahi Syariat-Nya karena kita telah
merajut benang-benang kasih Sayitoni dalam
kebersamaan kita. Maka dari itu marilah kita
sama-sama bertekad untuk menyemai benih-benih cinta
kita dilahan yang telah disediakan Allah untuk kita.

Marilah kita tumbuhkan dan kita pupuk rasa cinta
kita hanya untuk kekasih abadi kita yaitu Allah swt
yang selalu membelai kita dengan Rahman dan RahimNya
agar kita selalu siap untuk berjihad di jalanNya.

Oh...ya...mungkin perlu Kamu ketahui bahwa surat
ini kutulis untukmu bukannya aku sekarang sudah
tidak mencintaimu lagi atau aku takut sama ortu,
atau aku sudah mendapat penggantimu, ...tidak sama
sekali tidak!

Tetapi hidayah dariNya yang membuatku jadi begini.
Aku berharap semoga hidayah yang amat mahal dan
terindah ini dapat terus kita jaga dan kita
pertahankan keberadaannya. Aku berlindung kepada
Allah dari segala bujuk rayu syaiton dan
kerabat-kerabatnya.

Aku mohon maaf atas segala kekhilafan yang pernah
aku lakukan terhadapmu dan semoga yang maha kuasa
mau menerima taubatku dan taubatmu, amin.....
seperti dalam firman Allah "setiap anak adam pasti
bersalah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah
mereka yang lekas-lekas menyadari kesalahannya untuk
bertaubat".

Rani, Jangan Kau Tangisi Apa Yang Bukan Milikmu!

Dalam perjalanan hidup ini seringkali kita merasa kecewa. Kecewa sekali. Sesuatu yang luput dari genggaman, keinginan yang tidak tercapai, kenyataan yang tidak sesuai harapan. Akhirnya angan ini lelah berandai-andai ria. Sungguh semua itu telah hadirkan nelangsa yang begitu menggelora dalam jiwa.

Dan sungguh sangat beruntung andai dalam saat-saat terguncangnya jiwa masih ada setitik cahaya dalam kalbu untuk merenungi kebenaran. Masih ada kekuatan untuk melangkahkan kaki menuju majelis-majelis ilmu, majelis-majelis dzikir yang akan mengantarkan pada ketentraman jiwa.

Hidup ini ibarat belantara. Tempat kita mengejar berbagai keinginan. Dan memang manusia diciptakan mempunyai kehendak, mempunyai keinginan. Tetapi tidak setiap yang kita inginkan bisa terbukti, tidak setiap yang kita mau bisa tercapai. Dan tidak mudah menyadari bahwa apa yang bukan menjadi hak kita tak perlu kita tangisi. Banyak orang yang tidak sadar bahwa hidup ini tidak punya satu hukum : harus sukses, harus bahagia atau harus-harus yang lain.

Betapa banyak orang yang sukses tetapi lupa bahwa sejatinya itu semua pemberian Allah hingga membuatnya sombong dan bertindak sewenang-wenang. Begitu juga kegagalan sering tidak dihadapi dengan benar. Padahal dimensi tauhid dari kegagalan adalah tidak tercapainya apa yang memang bukan hak kita. Padahal hakekat kegagalan adalah tidak terengkuhnya apa yang memang bukan hak kita.

Apa yang memang menjadi jatah kita di dunia, entah itu Rizki, jabatan, kedudukan pasti akan Allah sampaikan. Tetapi apa yang memang bukan milik kita, ia tidak akan bisa kita miliki, meski ia nyaris menghampiri kita, meski kita mati-matian mengusahakannya.

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakanya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikaNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Al-Hadid : 22-23).

Demikian juga bagi yang sedang galau terhadap jodoh. Kadang kita tak sadar mendikte Allah tentang jodoh kita, bukannya meminta yang terbaik dalam istikharah kita tetapi benar-benar mendikte Allah : Pokoknya harus dia Ya Allah… harus dia, karena aku sangat mencintainya. Seakan kita jadi yang menentukan segalanya, kita meminta dengan paksa. Dan akhirnya kalaupun Allah memberikanya maka tak selalu itu yang terbaik. Bisa jadi Allah tak mengulurkannya tidak dengan kelembutan, tapi melemparkanya dengan marah karena niat kita yang terkotori.

Maka wahai jiwa yang sedang gundah, dengarkan firman dari Allah : "… Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian. Dan boleh jadi kalian mencintai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah Maha mengetahui kalian tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 216).

Maka setelah ini wahai jiwa, jangan kau hanyut dalam nestapa jiwa berkepanjangan terhadap apa-apa yang luput darimu. Setelah ini harus benar-benar dipikirkan bahwa apa-apa yang kita rasa perlu di dunia ini harus benar-benar perlu bila ada relevansinya dengan harapan kita akan bahagia di akhirat. Karena seorang mukmin tidak hidup untuk dunia tetapi menjadikan dunia untuk mencari hidup yang sesungguhnya : hidup di akhirat kelak!

Maka sudahlah, jangan kau tangisi apa yang bukan milikmu!

Karena Bukan Seharusnya


Kenapa aku harus larut dalam kesedihanku

Kalau sebenarnya aku masih jauh lebih beruntung
Bahkan seharusnya aku lebih banyak bersyukur
Aku hanya kehilangan cinta dari satu orang

Betapa tidak tahu dirinya aku menangisi diri
Seolah-olah aku manusia paling menderita didunia
Padahal banyak diluar sana saudara-saudara muslimku yang menderita
Mereka yang terpisah dari keluarganya akibat peperangan
Seorang wanita yang kehilangan suami dan anaknya karena berjihad di jalan Allah
Saudara-saudaraku yang menjadi korban kekerasan, pelecahan , penyiksaan
Bahkan mereka tidak tahu apakah esok tetap bisa bertahan hidup atas derita yang mereka alami

Betapa piciknya aku jika menangisi seseorang yang tak patut aku tangisi
Tangisan airmata ini hanya pantas aku curahkan
Jika aku sudah tak mendapatkan kasih sayang dan ridho-NYA
Jika aku tak mendapatkan kasih sayang dari orangtua,saudara dan keluargaku
Jika aku tak mendapatkan cinta yang tulus dari sahabat-sahabatku
Jika tidak ada satupun lagi yang ingin berteman padaku

Namun pada kenyataannya
Allah SWT masih memberikan keberkahan dan rahmatnya padaku
Orangtua, saudara dan keluarga masih menyayangiku
Sahabat-sahabat masih setia bersamaku
Dan aku masih memiliki teman-teman yang masih membuatku tertawa dan bahagia
Ternyata aku masih beruntung dan memang harus lebih banyak bersyukur

Airmata ini sepantasnya hanya kupersembahkan untuk Allah dan mereka yang mencintaiku
Dan untuk saudara-saudara muslimku yang menderita disana
Bukan untuk dirinya
Yang bahkan belum halal bagiku