Kamis, 13 Desember 2007

Bangga Tak Malu ? ? ?

Rasa malu adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Ia merupakan sarana penahan diri, sebagaimana fungsi rem dalam kendaraan bermotor. Agar performa kendaraan tampil prima, kadar dan intensitas penggunaan rem ini tentu harus pas benar.Terlalu longgar menyetel rem bisa membahayakan pengemudi dan orang lain. Namun terlalu menginjak rem "kencang-kencang" juga bikin masalah, kendaraan tak maju-maju dan tak leluasa berjalan dimanis.

Dalam keseharian, rem malu lebih tepat disebut sebagai pembatas nafsu. Sebab, nafsu yang merupakan anugerah indah dari Allah pada manusia untuk bisa menikmati hidup memang punya kencenderungan untuk bergerak bebas, liar dan tanpa batas. Maka seiring dengan anugerah nafsu, Allah pun menganugerahkan rasa malu.

Keinginan untuk tamak bisa dibatasi rasa malu, keinginan untuk melanggar peraturan bisa dibatasi dengan rasa malu. Keinginan untuk berbuat maksiat bisa dibatasi dengan rasa malu. Dan karena malu merupakan pagar dari nafsu, tak heran bila ia dinyatakan Rasulullah SAW sebagai bagian dari keimanan. Semakin dalam keimanan seseorang, semakin besarlah rasa malunya untuk berbuat maksiat, untuk melanggar aturan Allah. Sebab. ia malu pada orang lain, malu pada diri sendiri, dan terutama malu kepada Allah.

Namun, tarikan nafsu dunia seringkali begitu memabukkan hingga potensi mulia sang malu pun bisa dijungkir balikkan. Sekali dua kali, realitas jungkirbalik ini segera dikukuhkan sehingga sang malu menjadi tabu dan sang tabu menjadi malu.

Tengok saja penyandang nama Aminah atau Abdullah, yang punya makna begitu mulia, kini sering tersipu malu bila bertukar kartu nama. Begitu juga mereka yang menghabiskan makanan dipiring dalam satu jamuan, mengenakan jilbab ditengah pesta, atau menyebut profesi diri sebagai ibu rumah tangga.

Sementara, berlaku korupsi tak lagi malu, menyerobot antrian tak lagi malu. Makan ditengah siang bolong bulan ramadhan tak lagi malu. mengaku dan memamerkan perzinahan tak lagi malu. Mengumbar aurat tak lagi malu. Berlaku curang dalam ujian, menakar atau menimbang tak lagi malu, bahkan kini orang justru berbangga diri dalam berbuat kerusakan dan kemaksiatan.

Botol-botol minuman keras dipajang sebagai hiasan, cool katanya. Uang suap diminta, pelicin istilahnya. Dai-dai diawasi dan ditangkap, waspada alasannya. Foto-foto telanjang diterbitkan art dalihnya, kecabulan diterbitkan, freedom of ezspression kelitnya. Semua dilakukan tanpa ragu, tanpa malu-malu.

Karena itu tepat sekali pesan Rosul menyentuh nurani bening manusia ketika Beliau bersabda " Kalau sudah tidak ada lagi rasa malu, berbuatlah semaumu " (HR Bukhari).

Berbuatlah semaumu ! Inilah sindiran terbesar bagi kita, umat manusia. Sebab, krisis rasa malu sesungguhnya hanyalah cermin dari terjadinya krisis iman, krisis keyakinan pada Sang Maha Penguasa, Maha Pengatur, Maha Pembuat Hukum, Allah SWT.

Masing-masing individu memang telah diberi kesempatan untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Barangsiapa ingin beriman maka hendaklah ia beriman dan barang siapa ingin kafir maka hendaklah ia kafir, demikian firman Allah dalam surat Al Kahfi : 29. Namun, tugas mereka yang beriman adalah untuk menegakakn amar ma'ruf nahi munkar.

Maka, bila hati kita masih menyuarakan keimanan, tak ada lain, kita harus selalu bersiap dan berpadu mencegah dan memberantas pemikiran, perbuatan bahkan produk-produk yang dibangun tanpa mengindahkan rasa malu. Malu pada nilai moral manusia, malu pada nurani diri sendiri, dan terutama malu pada hukum-hukum Allah SWT. ( Majalah Ummi, Februari 2006).

Mudah-mudahan yang saya kutip dari majalah ummi ini bisa dijadikan pelajaran terutama untuk diri saya sendiri dan para pembaca blogku, tentang pentingnya perisai malu agar kita menjadi pribadi yang benar-benar baik, dicintai dan mencintai Allah dan Rosulullah

Tidak ada komentar: